Cacing Pita : Perusak Usus dan Pencuri Makanan


Kepala Cacing Pita (Scolex)

 Kucing yang terkena serangan cacing pita biasanya jarang sekali menunjukkan gejala sakit. Cacing dapat saja menyebabkan mencret, kadang-kadang disertai bercak darah. Pada kasus yang parah dapat menyebabkan kurang gizi, kurus, infeksi usus, dan gangguan pencernaan seperti usus tersumbat. Sekitar 1-60 % dari seluruh populasi kucing terserang cacing ini. Oleh karena itu pencegahan dengan pemberian obat cacing rutin adalah cara terbaik menghindari serangan cacing. 

Anak kucing yang baru lahir dapat tertular cacing dari induknya. Anak kucing yang tertular biasanya mengalami diare (mencret) berkepanjangan. Akibatnya pertumbuhan menjadi terganggu sehingga anak kucing bisa mati karena dehidrasi dan kekurangan gizi. 

Ada beberapa spesies cacing pita yang sering terdapat di pencernaan kucing, yaitu : Dipylidium caninum, Taenia taeniaeformis dan Echinococcus multilocularis. Sesuai namanya, cacing pita berbentuk pipih seperti pita dengan warna putih atau krem. Cacing pita di pencernaan kucing dapat mencapai panjang 70 cm. 

Cacing pita mempunyai kepala (scolex) dengan beberapa mulut penghisap yang berfungsi menghisap darah dan zat-zat makanan yang terdapat di usus kucing. Di kepala cacing pita terdapat rostellum, berbentuk seperti kikir bergerigi yang berfungsi sebagai jangkar. Rostellum ini menancap di dinding usus kucing dan menyebabkan luka pada usus kucing. 

Cacing pita terdiri dari banyak segmen. Setiap segmen merupakan satu unit reproduksi fungsional. Segmen paling dewasa terdapat di ekor cacing pita. Bila telah matang segmen ini lepas dan mengeluarkan 5-30 telur cacing. Cacing pita bisa melepaskan 1 segmen dewasa setiap hari. 
Cacing Dipylidium dewasa : a.scolex b.segmen matang

Segmen cacing yang matang akan melepaskan diri dari induknya dan keluar melalui kotoran. Dalam segmen ini terdapat telur cacing. Telur dalam segmen dapat bertahan selama beberapa bulan di daerah yang kering. Segmen yang kering berbentuk seperti butiran beras. 

Segmen/telur cacing jatuh ke lantai atau alas tempat tidur kucing. Telur pinjal (kutu kucing) yang juga menetas di tempat yang sama akan menghasilkan larva, larva tersebut akan memakan telur cacing. Dalam tubuh pinjal, telur cacing berkembang menjadi cysticercoid. 

Cysticercoid akan berpindah ke tubuh kucing bila pinjal menggigit dan menghisap darah kucing. Dalam tubuh kucing, cysticercoid akan berkembang menjadi cacing pita dewasa dan kembali menghasilkan telur. 
Siklus Hidup Cacing Pita

Pengobatan dan Pencegahan 
Cacing pita hanya bisa dibasmi dengan obat cacing yang mengandung Prazyquantel, dichlorphen atau febendanzole. 
Semua kucing harus diberi obat cacing, bila pada salah satu kucing positif terdapat cacing pita.
Semua kucing harus diberi obat anti kutu, bila pada salah satu kucing positif terdapat pinjal.
Berikan obat anti kutu dan obat cacing secara rutin untuk pencegahan.

Referensi : drh. Neno Waluyo S. 
Kucing.biz

Saat Membelai Kucing Cacing Pita Bisa Menular


Kucing dikenal sebagai binatang peliharaan yang manja, salah satu karakteristiknya adalah suka dibelai. Biasakan cuci tangan setelah membelainya, sebab di balik bulunya yang lembut bisa saja ada telur cacing pita yang bisa berpidah ke tangan.

Cacing pita (Taennia) merupakan jenis cacing parasit yang banyak menginfeksi kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata), mulai dari babi, sapi hingga manusia. Telur cacing ini sering ditularkan melalui daging binatang yang terinfeksi, namun tidak dimasak hingga matang sempurna.

Meski hanya menginfeksi vertebrata, penularan cacing pita bisa juga diperantarai oleh serangga yakni kutu anjing dan kutu kucing. Oleh karena itu, kucing, anjing dan binatang peliharaan lainnya tidak hanya menularkan cacing ini melalui daging tetapi juga lewat kutu yang ada di tubuhnya.


Tanpa adanya kutu sekalipun, cacing pita juga bisa menular saat membelai binatang peliharaan yang sudah terinfeksi. Kotoran binatang tersebut pasti mengandung telur atau larva, yang kadang-kadang menempel juga di tubuhnya apalagi jika jarang dimandikan.

Oleh karena itu cara terbaik untuk mencegah penularannya adalah dengan mencuci tangan setelah bersentuhan dengan binatang peliharaan. Langkah pencegahan berikutnya tentu saja menjaga kesehatan bianatang peliharaan dengan sering-sering membersihkannya.

Amati juga kemungkinan adanya gejala-gejala infeksi cacing pita, obati sesegera mungkin jika memang ada infeksi. Bagi pecinta binatang, tidak sulit untuk mengenali gejala infeksi cacing pita pada peliharaannya berdasarkan berubahan perilaku dan penurunan berat badan.

Dikutip dari Therealowner, Rabu (22/12/2010), salah satu perilaku binatang peliharaan yang menunjukkan adanya infeksi cacing pita adalah sering menyeret pantat di lantai atau karpet. Mirip seperti cacing kremi, cacing pita juga menyebabkan iritasi di anus sehingga memicu rasa gatal di bagian tersebut.

Sementara itu berat badannya juga turun meski porsi makan tidak berkurang. Infeksi cacing pita menyebabkan sebagian besar nutrisi dari makanan yang disantap akan diserap oleh parasit dan tidak sempat diserap oleh tubuh binatang peliharaan.

Jika gejala-gejala itu sudah tampak, cara untuk memastikannya adalah mengamati adanya cacing dewasa pada kotoran atau muntahannya jika infeksi tersebut sampai menyebabkan binatang peliharan mual-muntah. Agak menjijikkan memang, tapi itulah cara paling mudah untuk mendiagnosis infeksi cacing pita pada binatang.


Sumber : Forum.detik.com

Cacing gelang pada kucing


Ada banyak spesies cacing gelang yang dapat menyerang kucing. Yang paling sering adalah Toxascaris leonina dan Toxocara cati. Cacing gelang berbentuk seperti tambang, dengan bagian ekor dan kepala yang lebih kecil dari bagian perut.

Cacing ini jarang menyebabkan penyakit yang parah pada kucing dewasa. Pada anak kucing sering menyebabkan kurus tetapi perut buncit, kurang nutrisi dan mencret (kadang disertai bercak darah). Pada beberapa kasus terjadi penumpukan sejumlah besar cacing dan menyebabkan usus tersumbat.

Toxocara cati paling sering menyerang kucing bila dibandingkan cacing gelang lainnya. Pada kondisi tertentu telur cacing ini dapat bertahan selama 1 tahun di lingkungan kering. Larva cacing bisa masuk ke hati, bergerak ke paru-paru terus menuju ke trachea di tenggorokan dan masuk kembali ke perut melalui saluran makanan (esofagus). Pada saat perpindahan di tenggorokan ini, kucing sering menunjukkan gejala batu-batuk dan muntah. Pada muntahannya kadang-kadang terdapat cacing.
Ratusan Toxocara cati yang menyumbat usus

Sebagian besar hidup cacing gelang berada di dalam tubuh kucing. Telur yang dihasilkan cacing dewasa dikeluarkan melalui kotoran. Telur cacing sangat resisten dan dapat bertahan dilingkungan kering. Telur cacing ini dapat rusak bila terkena larutan Hypoclorit (Pemutih) selama 10 menit.

Selain melalui telur cacing yang dikeluarkan lewat kotoran, induk kucing juga dapat menulari anaknya lewat air susu. Tikus juga dapat berperan dalam menyebarkan dan menularkan cacing.

Untuk mengetahui apakah kucing terserang cacing atau tidak, biasanya dengan memeriksa contoh kotoran kucing di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini biasa dilakukan oleh dokter hewan. Pada kotoran kucing tersebut akan terlihat adanya telur cacing. Terlepas ditemukan atau tidaknya telur cacing pada kotoran kucing, pemberian obat cacing sebaiknya dilakukan secara rutin dan berkala.
Siklus hidup cacing gelang (T. Cati)

Sebagian besar cacing gelang mempunyai siklus hidup yang mirip. Kebanyakan telur cacing menetas dalam waktu dua minggu. Obat cacing membasmi cacing dengan cara merusak sistem syaraf cacing. Obat cacing tidak bisa membasmi telur cacing karena telur tidak mempunyai sistem syaraf. Oleh karena itu pemberian obat cacing harus diulang 2 minggu kemudian agar cacing yang berasal dari telur yang baru menetas dapat segera dibasmi dengan tuntas.

Kebanyakan cacing gelang dapat dibasmi oleh obat cacing yang mengandung bahan aktif pyrantel, febendazole, mebendazole atau piperazine. 

Referensi :
  • Overgaauw PA. 1997. Aspect of toxocara epidemiology-toxocarosis in dog an cats. Crit Rev Microbiol 23 (3) 233-251.
  • Dubinsky P et al. 1995. Role of small mammals in the epidemiology of toxocariasis. Parasitology 110 (2) 187-193.
  • KucingKita.com

© cemong - Template by Blogger Sablonlari - Header image by Deviantart